Sabtu, 06 November 2010
Sejarah IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia)
Pada tahun 1950 Pemerintahan Republik Indonesia berpindah tempat dari Yogyakarta ke Jakarta. Perpindahan tersebut diikuti dengan perpindahan kantor kementerian, kantor-kantor pemerintah dan pegawai-pegawainya.
Demikan pula Pengurus Besar IPSI secara de facto berpindah tempat dari Yogyakarta ke Jakarta, namun tidak semua anggota pengurus-pengurus Besar Ikata Pencak Silat Indonesia dapat ikut pindah ke Jakarta. Manajemen dan Operasional PB IPSI pun melambat sedang sistem kendali terhadap Pencak Silat semakin menyusut.
Pada tahun 1950 tersebut Negara Republik Indonesia juga sedang dirongrong oleh gerakan separatis Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia ( DI/TII ) yang bermaksud mendirikan Negara Islam Indonesia.
Untuk melawan DI/TII tersebut Panglima Teritorium III waktu itu, Kolonel (terakhir Letnan Jenderal) R.A. Kosasih dibantu Kolonel Hidayat dan Kolonel Harun membentuk PPSI (Persatuan Pencak Silat Indonesia) yang dimaksudkan untuk menggalang kekuatan jajaran Pencak Silat untuk menghadapi DI/TII yang berkembang di wilayah Lampung, Jawa Barat (termasuk Jakarta), Jawa Tengah bagian Barat termasuk D.I. Yogyakarta. Sesuai dengan wilayah pembinaannya, maka aliran Pencak Silat yamg termasuk PPSI ialah Perguruan Pencak Silat aliran Pasundan.
Sehingga timbulah dualisme dalam pembinaan, pengendalian Pencak Silat di Indonesia. Kebetulan Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) lebih banyak melaksanakan pembinaan pada aspek Olah Raga, sedangkan Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPSI) lebih banyak membina pada aspek seni pertunjukan (ibing Pencak Silat) dan Pencak Silat bela diri untuk melawan DI/TII.
Persatuan dan kesatuan jajaran Pencak Silat di Indonesia menjadi lebih terancam lagi dengan adanya Perguruan Pencak Silat yang mengembangkan Pencak Silat tersendiri di luar IPSI dan PPSI, misalnya Bapensi, Perpi, Silat Betawi, dll.
Sementara itu IPSI harus berjuang keras agar Pencak Silat dapat masuk sebagai acara pertandingan di Pekan Olahraga Nasional. Sedangkan PPSI pun setiap menjelang PON juga berusaha untuk memasukkan Pencak Silatnya agar dapat ikut PON. Namun Pemerintah, yang pada tahun 1948 ikut mendirikan IPSI, hanya mengenal IPSI Induk Organisasi Olah Raga pada tahun 1950 masih KOI dan PORI, tahun 1960-an menjadi KOGOR, menjelang Asian Games ke-IV/ 1962 di Jakarta KOGOR dibubarkan dibentuk DORI. KOGOR (Komando Gerakan Olah Raga), DORI (Dewan Olah Raga Indonesia).
DORI dipimpin secara ex officio oleh Presiden Soekarno dan Menteri Olah Raga Maladi. Bp. Maladi mantan Ketua Persatuan Sepak Bola Solo (PERSIS) mengetahui benar pembentukan IPSI pada tahun 1948, sehingga beliau juga menganggap IPSI sebagai satu-satunya induk Organisasi Cabang Olah Raga Pencak Silat.
Apalagi pada tahun 1969 tanggal 31 Desember IPSI ikut mendirikan Komite Olah Raga Nasional Indonesia (KONI) maka status keanggotaan IPSI di KONI adalah sebagai Pendiri menjadi lebih kokoh lagi.
Pada Era tahun 1960, PB IPSI membentuk Laboratorium Pencak Silat yang bertujuan agar dapat disusunnya suatu peraturan pertandingan Pencak Silat yang baku dan memenuhi kriteria suatu pertandingan olahraga, yang dapat dipertandingkan ditingkat Nasional.
Para Laborat, terdiri dari : Bp.Arwono Adji HK dari Perisai Diri, Bp. Januarno dan Bp. Imam Suyitno dari Setia Hati Terate, Bp. Moch Hadimulyo dibantu Dr. Rachmadi dan Dr. Djoko Waspodo dari KPS Nusantara. Sebagai informasi sebelumnya, sejak PON ke IV di Bandung, Pencak Silat hanya dipertandingkan dalam bentuk demonstrasi (eksebisi), dalam bentuk permainan tunggal (solospel) dan permainan ganda dan ini berlangsung sampai PON ke VII di Surabaya.
Menjelang Kongres IPSI ( Munas ) IPSI ke IV tahun 1973 beberapa tokoh Pencak Silat yang ada di Jakarta membantu PB IPSI untuk mencari calon Ketua Umum yang baru, karena Bp. Mr. Wongsonegoro pada saat itu sudah tua sekali.
Bp. Brigjen Tjokropranolo ( terakhir Letjen TNI ) yang pada saat itu menjabat selaku Gubernur DKI Jakarta, bersedia menjadi calon Ketua Umum PB IPSI. Kemudian Bp. Tjokropranolo dibantu oleh Perguruan Pencak Silat antara lain : Dari Tapak Suci Bp. Tanamas, Bp. Haryadi Mawardi; Dari KPS Nusantara Bp. Moch Hadimulyo dibantu Bp. Sumarnohadi, Dr. Rachmadi, Dr. Djoko Waspodo; Dari Kelatnas Perisai Diri Bp. Arnowo Adji HK; Dari Phasadja Mataram Bp. KRT Sutardjonegoro; Dari Perpi Harimurti Bp. Sukowinadi; Dari Perisai Putih Bp.Maramis, Bp. Runtu, Bp. Sutedjo dan Bp. Himantoro; Dari Putera Betawi Bp.H. Saali; Dari Persaudaraan Setia Hati Bp. Mariyun Sudirohadiprodjo, Bp. Mashadi, Bp. Harsoyo dan Bp.H.M. Zain; Dari Persaudaraan Setia Hati Terate Bp. Januarno, Bp. Imam Suyitno dan Bp. Laksma Pamudji.
Atas jasa Bp. Tjokropranolo, kemudian berhasil diadakan pendekatan kepada 3 (tiga) pimpinan PPSI yang kebetulan satu corps yaitu Corps Polisi Militer, maka IPSI setuju berintegrasi pada IPSI, dan Sekretariat PB IPSI di Stadion Utama dijadikan juga sebagai Sekretariat PPSI.
PAda Kongres IPSI ke IV, Bp.H. Suhari Sapari, Ketua Harian PPSI datang ke Kongres dan menyatakan bahwa PPSI bergabung ke IPSI. Kedudukan beliau sebagai Ketua Bidang Seni kenudian digantikan oleh Bp. HMSTA Johny.
Pada waktu Bp. Tjokropranolo menyusun kepengurusan PB IPSI, banyak diantara tokoh-tokoh tersebut diatas bergabung menjadi anggota PB IPSI untuk bersama-sama meningkatkan kewibawaan, kemantapan manajemen, memperkuat rentang kendali PB IPSI sampai ke daerah-daerah.
Bapak Tjokropranolo juga merintis berdirinya Persekutuan Pencak Silat Antar Bangsa disingkat PERSILAT yang kemudian diperkuat oleh Bp.H. Eddie M.Nalapraya.
Perguruan Pencak Silat yang ikut memperjuangkan utuhnya IPSI tersebut pada Kongres IPSI ke IV/1973 ditetapkan sebagai 10 (sepuluh) Perguruan Pencak Silat yang dianggap memenuhi syarat sebagai Anggota IPSI Pusat. Jasa pemersatu IPSI sebagai ganti persyaratan anggota IPSI Pusat.
Dalam kurun waktu kepengurusan Bp.Tjokropranolo salah satu anggota IPSI Pusat mohon kepada Ketua Umum PB IPSI agar perguruannya dikeluarkan dari keanggotaannya di IPSI Pusat, karena merasa bahwa perguruannya tidak memenuhi persyaratan sebagai anggota IPSI Pusat, namun Bp. Tjokropranolo menjawab bahwa keanggitaan 10 (sepuluh) Perguruan Silat tersebut di IPSI Pusat tidak tergantung memenuhi syarat atau tidak ketentuan keanggotaan IPSI Pusat, melainkan bahwa 10 (sepuluh) Perguruan Silat tersebutlah yang telah berhasil bukan sekedar menyusun bahkan juga melaksanakan program-program IPSI secara konsisten dan berkesinambungan.
Pada tahun 1974 bulan November oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan diselenggarakan Seminar Olah Raga Asli di Tugu, Cipanas sebagai langkah awal untuk memasukkan Pencak Silat disekolah, Penciptaan Senam Pagi seri A,B,C,D yang mengambil unsure gerakan Pencak Silat. Pencak Silat juga asudah berhasil masuk sebagai kurikulum disekolah. Akan tetapi ternyata IPSI dan anggotanya tidak mampu mensilabus dan kurikulum disekolah yang bersangkutan.
Pada waktu kepemimpinan Bp. Eddie M. Nalapraya nama kelompok 10 (sepuluh) Perguruan Silat anggota IPSI Pusat tersebut diubah menjadi “10 (sepuluh) Perguruan Historis“, setelah sebelumnya disebut sebagai “Top Organisasi“ juga “Perguruan Induk“ dan kemudian “Perguruan Anggota Khusus”, dimana keanggotaannya di IPSI Pusat menjadi anggota khusus. Di dalam setiap Munas IPSI maka Perguruan Historis ini selalu menjadi peserta dan memiliki hak suara didalam Munas.
Mengikuti pola keanggotaan tersebut, maka pada saat pendirian PERSILAT, diadakan pula sebutan “Negara Pendiri“ yang merupakan Negara-Negara yang pertama kali mendirikan PERSILAT, dan memiliki hak khusus, yakni memiliki hak untuk menempatkan personilnya sebagai President of PERSILAT (Ketua Umum PERSILAT) secara bergiliran diantara para Negara Pendiri tersebut.
Sumber : IPSI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar